Petualang modern

Waktuku dan waktumu sama banyaknya, tapi aku bisa menjelajah dunia dengan cepat. Batasan hanyalah diriku. Aku memiliki mesin waktu. Didalam kamar 4×4 meter ini, aku memulai semua petualanganku. Aku dengan mudah pergi ke Venice, Praha, melihat proses fermentasi anggur di Bordeaux, mampir ke outlet Louis Vuitton di Paris. Mencari ketenangan di Toronto. Atau menikmati musim panas di Maldives. Dalam tata surya, bumi adalah planet yang kecil. Bahkan jika dilihat dari Bimasakti. Sangat mungkin untuk menjelajahi semua tempat yang aku mau.

Petualangan modern tidak membutuhkan materi yang banyak, persiapan yang matang. Menyandang ransel, memakai sepatu, membawa passport. Tak harus jauh hari memesan hotel, menunggu tiket promo, dan merasa kurang mental karena keterbatasan bahasa. Tak perlu takut dikerjai saat berjemur di côte d’Azur karena tak bisa berbahasa Prancis. Apakah kau bertanya? Akan kuberikan rahasianya. Duduk manis ditempatmu. Keluarkan HP & Headset. Pastikan tersambung dengan internet. Selamat berpetualang.

Aku adalah petualang modern. Aku bisa kemana saja walau tak menggunakan alas kaki. Didalam diam aku bisa sampai ke dunia fantasi. Aku bisa terbang, aku bisa menyelami lautan, aku berbicara dengan hiu Megalodon. Bermalam bersama Hobbit, bercengkrama dengan Gandalf. Yang kubutuhkan hanyalah fokus dan berimajinasi. Maka terjadi.

Aku adalah petualang. Tubuhku diam diatas kasur biru. Tapi imajinasiku mengelilingi dunia. Memasuki berbagai lintas sejarah. Bukti nyata dari penjelajah waktu. Petualanganku tak berhenti disini. Karena aku harus membangunkan tubuhku, lalu menjadikan semua bergerak, terbukti dan nyata.

Ternyata, pertualangan terbaik adalah membaca buku.

Najeeb Belum Pulang

Bu,
Maaf belum bisa pulang.
Terlewatkan sebuah momen.
Bersama merayakan menang.
Jarak dan kewajiban menjadi penyebab.
Kenapa aku masih disini.
Bu,
Banyak juga yang tak pulang sepertiku.
Dari kesempatan aku belajar.
Menghargai pertemuan juga waktu.
Bu,
Sampaikan salamku kepada bapak.
Sampaikan salamku kepada adik.
Aku harus disini menyelesaikan.
Apa yang aku mulai.
Bu, maaf belum bisa pulang.

Gedung B lantai 3

Tulisan ini didedikasikan untuk Askha dan aku. Bukan untuk menyesali atau ingin mengulang waktu. Tapi untuk menghargai setiap proses yang telah terjadi dihidupku.

Namaku Najeeb. Lelaki yang sedang menempuh progam sarjana, akan menyelesaikan semester 6, yang suka menyendiri, main futsal, nge-game, main biola, main bass, panjat tebing, naik gunung, berpendapat, menunda tugas, tertawa dan begadang. Karena sifat penyendiri, aku memiliki beberapa tempat favorit untuk lebih bisa memeluk diriku. Semua tempat itu ada di kampusku. Diantaranya adalah Genkan lantai 2, gedung B lantai 3, lapsas, bangbir, hima, musholla, dan kawasan penangkaran manusia. Pernah ketika H-1 ujian tengah semester, aku menghabiskan 5 jam di genkan lantai 2 tanpa sadar senja sudah berlalu. Keasikan membaca novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Dan menghafalkan materi UTS. Saat itu ditemani HP, headset, susu kotak coklat, dan roti coklat kesukaanku.

Seperti manusia yang ada di kampus, di kost, di minimarket, di jalan manapun, aku mempunyai perasaan. Aku pernah suka, pernah jatuh cinta kepada seseorang gadis. Setiap orang bertanya “kenapa?” Aku bingung harus menjawab apa. Karena tidak ada alasan untuk itu. Namanya Askha. Satu jurusan denganku, tapi satu tingkat dibawahku. Aku tidak bisa berbuat apa apa saat melihat dia tersenyum. Aku menikmatinya. Aku ingin dekat dengannya. Tapi aku bingung untuk memulai. Aku mencoba membuka diri, membuka hati setelah gagal pada kisah terdahulu.

Naluri dan otak kanan akan bekerja optimal ketika melakukan hal yang kita sukai demi mendapat atensi darinya. Respon positif, lalu komunikasi dua arah adalah hasil usaha otak kananku mendekatinya. Pada sore hari sekitar jam 4 lewat. Pertama kalinya aku jalan dengannya. Sedekat itu aku bisa melihat mata belo miliknya, senyum menawan dan suara lembut saat kita berbicara.

Saat aku melakukan hal yang kusenangi, waktu terasa cepat. Begitu pula ketika aku bersama Askha. Malam terlalu cepat berlalu, jalanan sepi dilalui mobil yang melaju kencang. Seperti ekspektasiku kepadanya. Tak bisa kuhentikan. Pikiranku beralih kepadanya 24/7. Aku bingung bagaimana berhenti. Aku tak pernah lepas kendali seperti ini.

Layaknya muda mudi yang jatuh cinta, kami melakukan hal yang senormalnya dilakukan. Nonton film di bioskop, chatting mengucapkan selamat malam, lalu selamat pagi mengigatnya saat akan memulai hari. Nonton teater lalu kami menebak alur dan watak tokohnya, nonton konser walau sedikit gerimis. Dan menemani makan siang.

Tahun baru semakin dekat. UAS telah selesai. Artinya Askha akan balik kerumahnya. Pintaku sebelum balik adalah mengajak dia nonton film Wonder. Dari novel Wonder karya RJ Palacio. Sehari sebelum nonton, ia ulangtahun. Aku buatkan sedikit mainan tangan dan surat pengakuan untuknya. Dan malam itu kami berpisah dan akan berjumpa tahun depan.

Sialnya, saat aku sendiri, aku tak bisa mengendalikan diri. Aku selalu ingin dengannya, tahu tentang kabarnya, apa yang ia lakukan. Tanpa sadar perlakuanku sudah mendekati posesif. Padahal aku bukan siapa siapa. Tak memberi jarak, juga kesempatan untuk sendiri. Waktu dengan keluarga, sahabat lebih penting daripada harus meladeni aku yang tersesat didalam kamar kost 4m x 4m ini.

Malam pergantian tahun telah berlalu. Kami saling memberitau apa yang belun diketahui. Memberi jawaban dari pertanyaan pertanyaan. Dan aku telah membangun ekspektasi yang tinggi bersamanya. Membuat rencana yang akan diwujudkan ditahun ini bersamanya. Seperti berburu cokelat, membawanya ketempat favoritku, wisata kuliner, nonton film, makan cheeseburger di McD. Dan mengunjungi rumahnya untuk sekedar menikmati senja.

Aku pernah berjanji akan membawanya ketempat yang aku suka. Kita akan berbagi cerita disana. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang berubah darinya. Aku butuh penjelasan. Aku ingin tahu apa yang terjadi, apa yang ia rasa, kenapa tiba tiba berubah 180 derajat.

Gedung B lantai 3. Kami bertemu lagi setelah pergantian tahun. Terpenuhi janjiku membawanya. Tapi, mimik mukanya berubah, gesturenya tertutup, dan bahasa tubuhnya adalah bahasa penolakan. Aku selalu mengingatkannya minum air putih. Tetapi saat itu ia berkata “gue bukan anak kecil lagi.” Aku bertanya tanya kenapa seperti ini? Heran.

“Mau jujur gak? Katakan apapun akan gue dengerin.” Kataku.
“Maaf ya kalo ini nyakitin, tapi gue itu orangnya bosenan. Awalnya gue nganggap ini cuma fun doang. Gue ngeladeninnya juga karena fun. Tapi akhir – akhir ini gue ngerasa bosen.”
Aku tahu bukan bosan alasan utamanya seperti ini. Tapi karena keegoisanku tak memberi jarak. Aku menerjemahkan apa yang ia sampaikan adalah memerintahku untuk berhenti dan menjauh.

Aku selalu suka ditempat ini. Melihat orang berlalu dengan kesibukan dalam pikiran mereka tanpa sadar aku memperhatikan dari atas. Melihat daun gugur dibawa angin. Dan sedikit mengingat materi kuliah. Tapi pada hari itu, aku mempunyai kenangan buruk dengan tempat itu. Tempat dimana diriku dihancurkan ekspektasi, tempat dimana jantungku sejenak mati. Seolah tidak percaya terhadap sebuah reaksi.

Semenjak hari itu. Aku mengevaluasi diri. Banyak salah dan ego dalam jiwa. Dipaksa berhenti saat sedang berlari dengan kencangnya. Tapi memang itu yang terjadi. Setidaknya aku mengambil pelajaran. Romantisme yang berkesan bahagia dan selalu berakhir bahagia. Ditentang oleh realisme yang menceritakan sisi pahit dan gelap sebelum mendapatkan kebahagiaan.

Biarlah. Biarlah semua ekspektasi, semua rencana yang telah terbangun bersamanya berlalu dan tak nyata. Biarlah gugur dibawa angin, dikubur bersama debu, disapu oleh hujan, hilang ditelan waktu. Berdamai dengan masa lalu. Aku menghargai apa yang telah terjadi. Karena ini merupakan proses untuk menjadi aku.

Catatan kaki : Pada hari itu, aku ingin mengajaknya kepada hubungan yang lebih dari sekedar teman. Tapi batal. Hehe..

Sorrowland

Be skeptical in my mind, my heart feels like a puzzle that lost some parts. My nose smell something wrong. I’d probably missed something. I’m wasting time with my sorrow. I forget life must go on. But these scene is tricky. Stuck in the same case, same story, same ending and something dizzy. It’s complicated when i don’t even know who i’m.

I decided to go to coffe shop. Could you imagine? Me, the man who sits alone in the corner. I saw a waiter walked over to me.
“What would you like to have, sir?” He asked.
Oh no. He called me sir? Do i look like a father who had 3 sons? I just 20 years old, please!
“I want cappucino and vietnam drip” i said slowly.
I knew you’re wondering why i ordered 2 cups coffe. No one will come. But i wanted they both. You’ll understand.

After ten minutes. “Here is your order, sir. It will takes you to sorrowland in your dream. Enjoy your time”
I can’t handle it. “Please don’t call me “sir. I’m 20 years old. But thanks” I said quickly.
Inspite i have a beard doesn’t mean he thought that i’m older. But wait! He said sorrowland? In my dream? I didn’t understand. I just wanted to drink coffe and fight againts my mind.

“Oh my gosh! I’ve been here for 3 hours. What time is it? Damn, it’s 00.12 AM. I have class in the morning. I must go home” I spoke to my self. Then i’m in the bed. Before sleep, i remembered the waiter’s word. “sorrowland.” Then i fall asleep.

In my dream, i am stuck on the road that i’ve never known. There are many people walked straight following the road. Their faces are flat, no expression. Suddendly, in the crowd, i met a wizard, he wears a longhat. He walked over to me. What the heck? He looks like the waiter in coffe shop. He’s smiling at me. “Follow me, it will be fun!”

We’re in front of the gate. What’s gate? Sorrowland. Magically, after we passed the gate, everything has changed. People are smiles, fun expression, laughter, no fake happy. What an island! There are many foods, drinks. Free! There are games like smash 15 clocks with guitar, feather caught in 30 seconds, vinyl records broken in one minute. Ain’t it fun?

I knew they lost their soul, they had broken heart. They got pain in their life. But they still smiling, curious and passionate. They’re sharing, caring, talk each other, and forget about loneliness. It’s like comfort zone to me. I though that island deserved to be called “Happyland”

When i woke up at 06.00 AM. I knew i was dreaming. But it felt like real. After took a breakfast, i went to college without sorrow, pain. Just do what i love and love what i do. Be happy, smile more, drink more coffe, smiling to stranger, and appreciate more about life.

Hingga suatu ketika si Cantik bertanya, “Kenapa kau menginginkan aku?”
Ia menjawab, tanpa tahu apakah ia jujur atau tidak, “sebab aku mencintaimu.”
“Mencintai seorang perempuan buruk rupa?”
“Ya”
“Kenapa?”
Sebab “kenapa” selalu sulit untuk dijawab, maka ia tak menjawab. Ia hanya bisa menjawab “bagaimana” dan itu mudah. Untuk menunjukkan cintanya, maka ia terus mencumbunya, tak peduli betapa buruk rupa dirinya, betapa menjijikkan, betapa menakutkan. Semuanya terasa baik-baik saja, dan ia memperoleh kebahagiaan yang nyaris tak pernah diperoleh semasa hidupnya. Si Cantik selalu terus mengejarnya, setiap kali mereka bertemu dan bercinta, dengan pertanyaan, “Kenapa?” Krisan tetap membungkam, bahkan meskipun ia tahu jawabannya, ia tak mau menjawab. Tapi di malam sebelum ia terbunuh, ia akhirnya menjawab.

Pengakuan keempat : “Sebab cantik itu luka.”
Sebab cantik itu luka.

–Eka Kurniawan dalam novel Cantik Itu Luka.

“tak ada yang lebih menyakitkan dalam jatuh cinta kecuali kata hampir. Aku hampir merasa kau yang selama ini kucari. Kau hampir membuatku berhenti berlari. Mesti pada akhirnya, kita berdua hanya sebatas hampir. Hampir seperti sepasang kekasih. Memang, melupakan adalah fase terberat dari perpisahan. Karenanya, hati hanya perlu mengikhlaskan, bukan melupakan.”

–Brian Khrisna dalam novel The Book Of Almost

I’m here with you even when you’re scared, i’ll never leave you, standing in front of you. You’re not alone. Just smile more, face the world bravely. I’ll bring you the best chocolat in the world, i’ll make a cup of coffe. And tell me your story, your sorrow. I’ll hug you. I know you’re so lonely. But in the bottom of your heart. You’re the strongest. You’re remarkable. Just cry if you want. I am here, never leave you. I’ll coloring the sky, the trees, the lights, even the clouds. But you must promise me. Tomorrow you’ll keep going, move on and be happier. Just open your eyes. There are so many extraordinary things. Don’t look at the past. Keep straight on the future. And i always here as your home.

Aku pernah punya perasaan. Aku membagi perasaanku menjadi tiga tingkatan. Suka, sayang, cinta. Semuanya terbentuk melalui proses dan berkelanjutan. Suka seperti melihat pelangi, pertama melihat sangatlah indah. Sayang seperti bulan menemani malam. Dan cinta seperti matahari yang konsisten setiap hari menyinari bumi. Saat perasaan lebih mendominasi daripada logika, aku melakukan banyak kesalahan. Tidak menjadi diri sendiri, terburu-buru, mungkin juga terkesan posesif.

Aku tidak mengedepankan pemahaman dasar bahwa perasaan cinta adalah hubungan dua arah. Dan aku hanya mengutamakan satu arah. Banyak kesalahan ketika lebih mengedepankan hati daripada logika. Membuat sebuah reaksi yang ia berikan berkesan hiperbola. Mulai berekspektasi dan kemudian hancur.

Aku belum siap untuk mencintai dan dicintai. Aku belum kenal detail seluruh bagian tubuhku. Aku belum membagi cinta kesetiap urat syaraf dan darah yang ada ditubuhku. Aku memiliki perasaan dan aku tidak tahu cara mengendalikannya. Sehingga dampaknya membuat ia tidak nyaman, tidak suka, dan ingin berhenti. Itulah dampak dari kesalahan yang aku perbuat.

Tetapi, aku tetaplah manusia. Punya perasaan dan butuh waktu untuk membuatnya pudar. Jika perasaan dianalogikan seperti mobil yang sedang melaju dengan kecepatan 240 Km/Jam dan tiba tiba harus berhenti. Maka ia tak akan bisa berhenti total dalam 1 detik. Butuh waktu dan jarak untuk membuatnya berhenti total. Seperti itu juga perasaan. Maka berhati-hatilah dengan perasaan. Kamu adalah pengemudinya dan kendarai dengan baik perasaanmu. Arahkan dijalan yang tepat, jangan terburu buru.

Setelah semua ini, kehidupan tetap berlanjut. Jangan berhenti ditengah jalan, akan menghalangi yang dibelakang, dan kamu tidak akan sampai di tujuan. Jika perlu, istirahatlah sebentar, lalu lanjutkan perjalanan. Jika memang perasaan tidak berada dijalan dimana ia berada, tak masalah. Karena roda mobil diciptakan dua pasang. Saling menguatkan, setara dan satu tujuan.

Belajarlah dari tulisanku ini. Jangan terburu buru. Beri jarak, kendalikan perasaan dengan benar, dan hati hati diperjalanan. Jangan seperti aku yang kesulitan berhenti karena butuh ruang dan jarak.