Bandara

Tempat ini terdengar asing bagiku, karna sebelum aku mengenal tempat ini, aku mendengar bahwa bandara berhubungan erat dengan air mata. Ntahlah, aku tidak terlalu percaya.

Hal-hal yang secara konkret dapat kulihat di bandara adalah benda mirip hiu bersayap, mesin-mesin jet, bangku-bangku tempat menunggu, manusia-manusia yang berjibaku dengan waktu, manusia-manusia dengan beragam ekspresi wajah.

Itulah yang aku lihat saat pertama kesana. Aku heran, dimana air mata? Katanya mereka berhubungan erat, tapi kenapa air mata tak muncul? Aku bingung. Rasa ingintahu menuntunku mencari air mata di bandara. Aku mengelilinginya. Tapi, yang aku lihat adalah aktivitas monoton seperti, orang berlalu lalang, pengumuman keberangkatan, satpam menjaga keamanan, pria berbadan tegap di gerbang keberangkatan, dan orang orang yang berbaris dibelakang pagar sepinggang mereka.

Kemudian aku mencoba mengelilinya sekali lagi, menatap ribuan pasang mata hanya untuk mencari dimana letak air mata. Aku tak dapat menemukan air mata pada sebuah keluarga yang berencana berlibur, pada pasangan muda-mudi yang mengumbar peluk, serta pada orang yang baru saja mendarat menjajakkan kaki di tanah kelahirannya.

Aku makin penasaran. Terus membedah isi bandara. Tapi langkahku terhenti ketika seseorang wanita yang berdiri dibelakang pagar pembatas sepinggang berteriak bahagia saat seorang lelaki muncul dari balik pintu otomatis bandara berparas elok, menyandang tas, berambut rapi. “Armaan!” Teriak wanita. Sang lelaki mendekati dengan tergesa lalu memeluk wanita itu. Seperti bak yang sudah penuh dengan air ketika kran lupa dimatikan, melimpah. Mungkin seperti itu pelampiasan perasaan lelaki tersebut. Aku memperhatikan, karena tiba tiba disana munculah air mata. Yang aku cari dibandara ini. Sepasang kekasih tersebut mengalir air mata dari kelopak mata sebelah kanan, pertanda air mata kebahagiaan. Itu karena penantian panjang seorang wanita untuk menunggu kekasihnya pulang tak berujung sia. Dan perjuangan seorang lelaki untuk pulang bertemu sang pujaan. Akhirnya aku menemukan air mata. Tapi rasa penasaranku masih belum terjawab. Kudengar bahwa air mata kebahagiaan mempunyai kekasih, namanya air mata kesedihan. Kenapa mereka tak menyatu? Dimana air mata kesedihan? Aku harus mencari.

Di sudut lain bandara, aku melihat sosok ibu dan anak. Terlihat sosok ibu yang memeluk anaknya sangat erat seakan berat melepas kepergian anaknya. Disisi lain, aku melihat raut wajahnya yang mengisyaratkan keikhlasan. Ia mengikhlaskan putranya untuk pergi, menyongsong masa depan yang lebih baik. Ia mengikhlaskan putranya untuk melihat sisi dunia yang lain, yang gelap dan dingin tanpa dirinya. Begitupun kulihat sang anak yang mendekap erat sosok malaikat. Sosok yang rela berpeluh dan berdarah hanya untuknya. Sosok yang senantiasa melantunkan namanya dalam doa.
Dan saat itulah aku menemukan air mata kesedihan dalam pelupuk mata mereka.

Air mata kebahagiaan dan kesedihan adalah dua sisi mata uang. Bagai kutub selatan dan kutub utara bumi. Dua hal yang kontradiksi.

Dan kau tahu? Sebelum aku mengenal bandara dan air mata, aku banyak mendengar tentangnya dari sebuah organ bernama “hati” dialah yang melahirkan air mata bahagia dan kesedihan. Jadi, aku salah dengar kalau mereka adalah kekasih, hehe. Hati sengaja menitipkan kedua anaknya kepada bandara agar manusia lebih menghargai waktu, menghargai perasaan, dan menghargai orang yang kau sayang. Pesanku sebelum pergi ke bandara, jangan lupa bertanya kepada “hati”.

— Bekasi, Padang
19 Juni 2017
Dibuat bersama seorang teman, DH

Published by Na Jeeb

are you the product of modern love?

Leave a comment